Faktus Timor-Leste

Thursday, August 13, 2015

Pelayanan Daerah Kantong Sampah

Seorang nenek berumur 65 tahun telah menceritrakan kisah perjalanannya dari satu negara ke negara lain dengan angkutan sampah. Beliau menyatakan bahwa perjalanannya sungguh menakutkan dan menyakitkan karena selama dalam perjalanan kedua telinganya hanya menerima dan mendengar apa yang disebut sampah. Dia sungguh tidak tahu apa itu sampah karena tidak bisa berbahasa Tetum dan Indonesia, kecuali Laes Meto/Uab Meto (bahasa Baikenu/Dawan). Ketika truck yang diangkut nenek ini menghampiri dan mulai masuk daerahnya ia masih mendengar teriakan suara manusia yang menyebut kata sampah oleh orang-orang yang berada disekitarnya. Ia tidak sempat bertanya kepada kolega seperjalanan akibat truck berlari dengan kecepatan tinggi, 120Km/jam. Pikirannya sungguh buta gelap tentang apa itu kata sampah. Akibat ketidaktahuan ini dapat  mendorongnya untuk mecari tahu.

Saat turun dari Truck ia langsung meminta kepada salah seorang temannya yang bisa berbahasa Tetum dan Indoneisa. Setelah mendapat arti kata sampah, dalam hatinya bertanya. “Apakah saya dan semua orang yang berada dalam Truck ini adalah sampah?”. Yang lain lagi menyatakan bahwa mereka yang berada dalam truck, bukan sampah tetapi manusia. “Truck yang mengangkut manusia dari Dili ke Oekusi itu bernama Truck Sampah (Truck Saneamentu)”, beber temannya.

Setelah itu nenek yang berumur 65 tahun ini merasa kecewa dan malu karena selama berminggu-minggu ia selalu mendapat ejeka-ejekan dari tetangganya yang menggantikan identitas dirinya sebagai Nenek Sampah. Ia lalu mempersalah kepada mereka yang sebagai pelayan. Sangat dan sungguh memalukan, mengecewakan dan menyakitkan bentuk pelayanan yang dialami oleh nenek yang berumur 65 tahun ini.
Bayangkan jikalau anda yang berada pada posisi nenek tua ini. Anda sebagai wanita cantik, pria ganteng kaum intelek ketika mengalami pengalaman seperti ini. Dimana dan bagaimana perasaan anda? Mungkin saja menolak. Mungkin juga merasa kecewa dan malu. 

Bentuk pelayanan yang diteriman oleh nenek tua ini bukan hanya menyakitkan, memalukan tetapi juga sungguh menurunkan harkat dan martabatnya sebagai manusia dan warga negara. Ini adalah bentuk pelayanan yang tidak bersumber dari hati nurani para pemeberi pelayanan dalam hal ini pemerintah.              
Contoh konkret dari bentuk pelayanan yang tidak bermuara dari hati nurani dan menurunkan martabat manusia adalah pelayanan pemerintahan terhadap daerah kantong Oekusi. Pelayanan yang penuh arti dan menyentuh adalah pelayanan yang lahir dari hati yang mengasihi dengan penuh sukacita dan rela. Hanya pelayanan yang bersumber dari hati yang mengasihi mampu mengubah hati manusia. Jadi, seharusnya pelayanan pemerintah terhadap masyarakat Oekusi dengan Truck Saneamentu tidak boleh terjadi.

Pada pemilu 2007 partai politik yang menjadi urutan pertama di daerah kantong sampah adalah CNRT, PD, Partai Demokrat urutan kedua dan yang terakhir ialah partai Fretilin. Seluruh masyarakat kantong sampah dengan rasa antusias memberi suara mereka kepada partai CNRT dimana pemimpinnya adalah Kay Rala Xanana Gusmao, Perdana-Menteri sekarang. Dan harapan mereka yang diberikan kepada presiden partai CNRT adalah hanya satu yakni hanya untuk mendapatkan perhatian, perlakuan dan pelayanan yang manusiawi, pelayanan yang bersumber dari hati nuraninya dan juga perlayanan yang bersifat menjaga martabat dan harga diri sebagai manusia, bukan binatang yang pantas dilayani dengan Truck Binatang dan Truck sampah. Sungguh memalukan, mengecewakan dan menyakitkan bentuk pelayanan yang sedang terjadi.         

Setelah Presiden partai politik CNRT menjabat sebagai Perdana Menteri realita pelayanannya justru sering menyakitkan hati sesama atau orang-orang yang dilayani? Padahal setiap orang yang melaksanakan pelayanan umumnya selalu yakin bahwa apa yang dilakukannya bersumber dari hatinya. Memang benar tindakan pelayanan umumnya lahir dari pancaran hati. Tetapi pancaran hati yang bagaimanakah yang dinyatakan dalam pelayanan? Pancaran hati yang mengasihi ataukah pancaran hati yang penuh dengan kemarahan dan iri-hati. Pancaran hati yang mengasihi pastilah akan melahirkan pelayanan yang ditandai oleh ucapan dan tindakan yang mengungkapkan kasih. Sebaliknya pancaran hati yang penuh dengan luka-luka dan kemarahan akan menghasilkan pelayanan yang melukai hati sesama. Tepatnya pelayanan yang cenderung menyakitkan dan melukai hati sesama bersumber dari hati yang penuh dengan kemarahan dan kekecewaan. Sehingga yang dipancarkan hati dalam pelayanan tersebut suatu ungkapan yang penuh dengan keluh-kesah, perasaan kesal dan menuntut perhatian.

Pelaksanaan Otonomi khusus yang telah disahkan oleh pemerintah sejak tahun 2002 tanpa ada perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah baik dalam pemberian wewenang dan seterusnya. Pada dasarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar menghasilkan pelayanan yang lebih cepat, tepat, manusiawi, murah, tidak diskriminatif, dan transparan. Selain itu, dalam konstitusi RDTL pasal 5 lima, daerah kantong Oekusi yang kini berurbah menjadi Daerah Kantong Sampah mendapatkan pelayanan dan perlakuan secara khusus. Namun, upaya-upaya yang telah ditempuh oleh pemerintah nampaknya belum optimal. Salah satu indikator yang dapat dilihat dari fenomena ini adalah pada pelayanan di bidang transportasi dan proses penyelesain perbatasan darat Naktuka. Bentuk pelayanan pemerintah di bidang transportasi adalah mengecewakan, menyakitkan, memalukan dan menurunkan harkat dan martabat masyarakat Oekusi sebagai manusia dan juga sebagai warga negara yang harus dilayani dengan baik sebagaimana mestinya. Bentuk pelayanan seperti inilah yang tidak bersumber dari hati nurani pemimpin negara.

Daerah kantong Oekusi atau daerah Kantong Sampah sangat dikenal luas oleh masyarakat lain yang ada di Timor-Leste melalui keramah-tamahannya. Karena faktor keramah-tamahan, selalu mengangguk kepala, selalu yes man, selalu okey boss atas setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah maka suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada kebijakan pemerintah untuk mengangkut mereka dengan angkutan sampah ke 'Daerah Kantong Oekusi' tanpa memperhatikan martabat dan harga diri mereka. Yang penting sampai di tempat tujuan.

Pelayanan seperti ini bukan hanya memalukan dan menurunkan harga diri dan martabat masyarakat Oekusi tetapi juga dapat menurunkan para pemimpin pemerintah sekarang. Karena sistem pengangkutan sampah Oekusi bukan hanya antar negeri (antar kota, antar distrik) tetapi angkutan antar negara, Timor-Leste dan Indonesia-Atambua. Dengan demikian kita dapat bertanya diri bahwa bagaimanakah perasaan para pemimpim Pemerintahan sekarang? Dimanakah letak perasaan harga diri dan martabat mereka? Tidak ada sama sekali! Dalam hati mereka hanya berpikir bahwa yang menjadi malu hanyalah masyarakat Oekusi. Bukan pemerintah terutama Sekretaris Negara Region Otonomi Khusus.

Pelayanan pada dirinya tidak terlalu berbicara dengan penuh arti selama tidak dinyatakan dalam suatu perhatian, kasih dan keramah-tamahan. Namun anehnya kita justru sering mengabaikan tindakan perhatian, kasih dan keramah-tamahan saat melakukan pelayanan. Akibatnya tindakan pelayanan yang dipercayakan masyarakat sering menjadi suatu tindakan yang mengecewakan dan menyakitkan hati bagi orang-orang yang dilayani. Contoh konkretnya adalah pelayanan pemerintah terhadap daerah enklve Oekusi yang mendapat pelayanan khusus secara ekonomi dan administratif setelah Timor-Leste meraih kemerdekaan resmi tanggal 20 Mei 2002.

Otonomi daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas  menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Desentralisasi dapat pula disebut otonomisasi, otonomi daerah diberikan kepada masyarakat dan bukan kepada daerah atau pemerintah daerah. Namun, hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli) pada harga ticket Berlin Nakroma, merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di daerah otonomi Oekusi, daerah otonomi sampah. Pungutan liar yang sementara marak didepan mata masyarakat Oekusi ialah pungutan liar terhadap harga ticket Berlin Nakroma. Contoh konkretnya harga ticket S$ 4 dirubah menjadi S$ 10.

Kami masyarakat DAERAH KANTONG OEKUSI hanya membutuhkan perlakuan dan pelyanan yang bersifat manusiawi, pelayanan yang bermuara dari hati nurani, pelayanan yang menjaga martabat dan harga diri sebagai manusia dan warga negara Timor-Leste, bukan sampah Timor-Leste dan juga kami bukan DAERAH KANTONG SAMPAH.
***Timor Post Edisi 1 Maret 2011

No comments:

Timor-Leste's Prime-Minister offers his resignation Prime-Minister Timor-Leste Taur Matan Ruak. Dili, Timor-Leste - Prime Ministe...