Faktus Timor-Leste

Tuesday, March 29, 2016

Perawan Hilang di Sumur Tua

HARI itu Kamis tanggal 24 Maret 2009. Suasana Aldeia Tidibesi, Suku Lisafat, Sub Distrik Ermera, Distrik Ermera biasa-biasa saja. Warga setempat melakukan aktivitas sehariannya seperti biasa. AS, salah seorang gadis kampung itu hatinya berbunga-bunga karena hari itu kekasihnya berinisial FH yang tinggal di Dili akan bertamu di rumahnya.
AS mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kekasihnya. Salah satu aktivitasnya adalah mandi di sumur tua yang letaknya 3 meter dari jalan raya. Ia tidak pernah membayangkan akan terjadi sesuatu pada dirinya. Yang terlintas dalam benaknya hanya rasa gembira karena hari itu ia dikunjungi kekasihnya.
Sementara sang kekasih yang sekarang harus menelan pil pahit dibalik trali besi, bak seorang satria dan bermodalkan sebuah sepeda motor bebek merk Honda berwarna hitam bergegas menuju tempat sang kekasih. Perjalanan Dili-Ermera hanya ditempu dalam waktu satu jam.
Saat tiba di Ermera, FH menemui AS sedang mandi di sumur tua. Matanya membelalak melihat sang kekasih mandi dan melulur tubuhnya dengan sabun. Rasa lapar dan dahaga pun hilang seketika. Pikirannya berubah. FH ibarat Harimau yang ganas dan siap menerkam mangsanya.
Setelah parkir sepeda motornya di pinggir jalan raya, FH menghampiri sang pacar yang sedang mandi di sumur tua. AS tidak mencurigai kalau FH berpikir jahat terhadap dirinya. Ternyata, kedatangan FH justeru membawa malapetaka bagi dirinya. AS diancam akan digorok lehernya dengan gergaji jika tidak menyerahkan mahkotanya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jose Landim melalui sidang di Pengadilan Distrik Dili menyebutkan bahwa saat itu FH meletakkan gergaji di leher AS hendak menggoroknya jika ia tidak melayani nafsu birahinya. “Jangan bergerak dan berteriak. Kalau berteriak, lehermu putus hari ini,” kata FH seperti ditirukan JPU Jose Landim.
Menurut Jose, saat itu AS berusaha untuk melepaskan diri dari ancaman itu. Namun, tenaganya tidak sekuat sang kekasih. Akhirnya, ia pasrah dan membiarkan sang kekasih merenggut kegadisannya yang selama bertahun-tahun dijaga agar tidak ternoda. Setelah pakaian AS dilucuti, FH melepaskan rudalnya tanpa memikirkan dampak dari kenikmatan sesaat itu.
Ketika kedua anak manusia itu sedang bergumul di samping sumur tua, tiba-tiba muncul Mariano do Santos (Bapak kecil AS). Dia baru pulang dari rumah sakit. Ia mencurigai ketika melihat sebuah sepeda motor pakir di dekat sumur tua itu. Lalu, ia secara perlahan-lahan melangkah menuju sumur tua sambil melihat kiri kanan. Ia bertanya dalam hati siapa pemilik sepeda motor ini dan berada dimana? Saat mendekati sumur tua itu, ia terkejut melihat dua anak manusia sedang berhubungan seksual layaknya suami-istri.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Distrik Dili, Mariano menyebutkan bahwa ia melihat dengan mata kepala sendiri kedua insan melakukan hubungan seksual di samping sumur tua dengan posisi dog style. Ia langsung tangkap lelaki itu dan menampar pipi AS. Lalu, kedua anak manusia itu dibawa ke rumah agar kasusnya diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, tak lama kemudian, FH melarikan diri dan menjadi buronan polisi. Atas kerja sama polisi dengan masyarakat, tersangka tertangkap polisi beberapa bulan kemudian. Peristiwa itu benar-benar menggegerkan warga setempat.
Dalam persidangan, AS (korban) menuturkan bahwa ketika ia sedang mandi, tiba-tiba muncul seseorang laki-laki dari belakang dan langsung meletakkan gergaji di lehernya sambil mengatakan “Jangan bergerak dan berteriak, kalau tidak lehermu putus hari ini”. Ia berusaha untuk menyelamatkan diri, namun tidak berhasil.
“Saat itu saya hanya mengenakan pakaian dalam alias CD dan BH. Tiba-tiba ada seseorang dari belakang saya dan menaruh gergaji di leher saya. Kalau saya berteriak leher saya putus. Akhirnya, saya pasrah,” kata AS. (oki)

Saturday, March 26, 2016

Wednesday, March 2, 2016

Journalist faces criminal defamation threat in East Timor


Bangkok, February 29, 2016 - The Committee to Protect Journalists calls on East Timor's prime minister, Rui Maria de Araujo, to drop the criminal defamation complaint he is pursuing against freelance journalist Raimundos Oki. Oki faces up to three years in prison if convicted of defamation for a report for the Timor Postnewspaper alleging possible irregularities in a government computerization project, according to press reports.
The legal complaint stems from an article Oki published on November 10, 2015, about possible bid-rigging in a project Araujo's government awarded to a private company to supply and install computers at the Ministry of Finance, according to press reports. Oki's article, citing internal government documents, alleged that Araujo had, while working as an advisor to the minister of finance in 2014, recommended that the same company win the multi-million dollar contract.
Oki told CPJ that he first received written notice of the criminal complaint on January 22, and that public prosecutors summoned him for questioning twice since, but later cancelled the scheduled meetings for unknown reasons. The prosecutor's investigations, which Oki said were still in progress as of February 26, would determine whether the state would file formal charges, Oki said.
Oki said anonymous callers have called his mobile several times since he received written notice of the investigation against him, accusing him of trying to destroy the ruling Fretilin Party, and telling him he needs to be "careful." In response to those threats, Oki says that he now travels only with a group of colleagues when returning home from work at night.
"We call on Prime Minister Araujo to drop his criminal defamation complaint against journalist Raimundos Oki and to instruct police to investigate the anonymous threats Oki has received," said Shawn Crispin, CPJ's senior Southeast Asia representative. "Criminal defamation laws have a toxic effect on press freedom in all countries that have them on their books. Araujo should work to abolish East Timor's defamation laws, not use them."
Oki told CPJ that Araujo declined the opportunity to comment for his original story, an opportunity East Timor's Press Law requires journalists give to subjects of critical news articles. One week after Oki's original report ran, the Timor Postpublished, on its front page, Araujo's reply, in which he denied any irregularities in the project's bidding procedures. The following day, the paper published a correction to the spelling of the name of the private company that won the contract, but not to the spirit or content of the original story, according to Oki.
East Timorese officials have used criminal defamation laws to suppress media criticism of their actions in the past. Oki faced a similar criminal defamation suit in 2013 over his reporting, then for the local Jornal Independente newspaper, on a state prosecutor's controversial handling of an automobile homicide case. A District Court judge ruled that Oki's reporting was not defamatory, but nonetheless made him pay a $150 fine for causing the official "psychological disturbance."

Timor-Leste's Prime-Minister offers his resignation Prime-Minister Timor-Leste Taur Matan Ruak. Dili, Timor-Leste - Prime Ministe...